Posted on

Pengepul “Sekarang kita bersinergi tidak lagi bersaing”

Pak Sudrajat seorang pengepul ikan cakalang. Ia mempunyai anggota nelayan 15 orang, para nelayan tersebut diberikan pinjaman untuk membeli kapal dan bahan oleh pak Sudrajat, nelayan diberikan kemudahan untuk mencicil dalam membayarnya. Setiap nelayan yang mendapatkan pinjaman itu harus menjadi anggota nelayan yang berhak menyetorkan hasil tangkapannya ke pak Sudrajat. Ada 100 lebih pengepul cakalang di kampung ini karena cakalang memang sumberdaya terbanyak yang berada di desa pesisir ini. Setiap pengepul pasti mempunyai anggota nelayan yang harus menyetorkan ikannya kepada mereka. Hal ini menciptakan banyak gesekan antar pengepul karena mereka saling bersaing untuk mendapatkan loyalitas para nelayan kepada mereka. Pengepul saling memberi iming-iming kepada nelayan agar ia mendapatkan sebanyak-banyaknya anggota nelayan. Dari modal yang besar serta tawaran harga beli yang tinggi menjadi iming-iming agar nelayan mau bergabung dan loyal kepada mereka. 

Pak Sudrajat salah satu yang memiliki anggota sedikit dibandingkan yang lain, karena keterbatasannya dalam permodalan membuat ia tidak bisa mengajak nelayan sebanyak yang lain. Tapi pak Sudrajat terus mengutamakan kenyamanan nelayan-nelayannya. Misalnya dengan keterbukaan jika ada keperluan-keperluan mendesak dan pak Sudrajat sering mengundang nelayan-nelayan beserta keluarganya untuk makan/-makan di rumahnya sebagai apresiasi kepada anggota nelayannya yang sudah gigih dan rajin melaut. Kenyamanan yang diciptakan pak Sudrajat kepada nelayannya menjadi pembicaraan antar nelayan cakalang. Banyak nelayan yang jadi ingin ikut bergabung menjadi anggota pak Sudrajat, karena bagi mereka yang tersulit adalah mencari bos yang bisa membuat nyaman bukan bos yang bisa seenaknya mentang-mentang mereka yang punya modal. 

Tiba-tiba saat itu rumah pak Sudrajat sudah ramai dan ada cukup banyak nelayan-nelayan yang bukan dari anggotanya yang menjual ikan kepadanya. Melihat semakin hari semakin banyak saja nelayan-nelayan baru yang menjual ikan kepadanya, tiba-tiba keesokan hari tampak berbeda. Terlihat sangat sepi nelayan yang mampir ke rumahnya. Ternyata terdengar kabar bahwa pak agung pengepul terkaya di desa itu menaikkan harga beli cakalang hingga 50%. Sontak pengepul cakalang lainnya berbondong-bondong ke rumah pak agung dan terjadilah keributan disana. “jangan seenaknya dong, mentang-mentang anda punya banyak uang seenak itu merusak harga” “kami ini pengepul kecil, jangan ganggu harga beli kami” “anda sengaja membuat nelayan kami lari dan menjual ke anda,  dasar orang kaya rakus” terdengar begitu banyak celotehan para pengepul menuntut pak Agung untuk kembali menurunkan harga pasar seperti semula. 

Nelayan memang selalu bersifat oportunis walaupun mereka sudah bergabung menjadi anggota salah satu pengepul, tidak menutup kemungkinan jika ia juga bisa menjual ke pengepul yang lain jika pengepul lain memberikan harga beli yang lebih mahal. Itulah kerasnya kehidupan para pelaku perikanan yang saling sikut menyikut. Bahkan anggota nelayan pak Sudrajat yang sudah dikiranya akan setia pun tetap berpaling jika ada pengepul lain yang memberikan harga lebih mahal. Itu adalah keadaan yang sudah biasa terjadi antar nelayan dan pengepul. Kondisi seperti ini lambat laun akan mengancam ekosistem para pelaku sektor perikanan jika mereka tidak mampu menciptakan kerja sama satu sama lain untuk keuntungan yang lebih besar. Oleh sebab itu aplikasi nelayan dari Ledgernow akan membuat setiap pelaku bisnis perikanan dan nelayan saling berkolaborasi untuk keuntungan yang sebesar-besarnya dan berkeadilan. Para pengepul akan difasilitasi collecting boat untuk menjemput ikan-ikan nelayan di tengah laut yang digunakan secara bersama-sama menjemput ikan dari satu kapal ke kapal lainnya. Untuk tau lebih lengkap mengenai ledgernow silahkan cek link berikut https://www.ledgernow.com/.

Posted on

Overfishing menekan nelayan kecil

Sore itu di pinggir pantai terlihat pak Yahya sedang berada di atas kapal birunya mengarah ke daratan. Satu persatu ikannya ia pindahkan ke ember dan menggotongnya ke rumah pengepul untuk di jual. Tak lama pak Ari dan pak Tanu juga terlihat membawa kapalnya menuju pulang namun tampaknya tidak ada satu ikan pun yang dikeluarkan dari kapalnya. Penampakkan memang terlihat sedikit berbeda. Biasanya para nelayan pulang tidak secepat ini apalagi cuaca pun terlihat cukup bagus untuk pergi melaut yang biasanya nelayan bisa dapat banyak ikan. 

“bbboooommmmmm” Tidak lama terdengar suara ledakan yang cukup membuat kaget. “suara apa ini?” bisikku dalam hati. apa ada kompor meledak di rumah nelayan? Aku pun membuat berbagai dugaan. Aku melihat ke kiri dan ke kanan terlihat tidak ada rumah nelayan yang sedang ramai seperti sedang ada insiden di dalamnya. “bbbboooooooommmm” tidak lama suara itu terdengar lagi. Rasanya suara ini baru sekali aku mendengarnya. Dan tidak ada orang lain di sekitarku yang bisa aku tanyakan. Tiba-tiba aku berpikir apakah ini alarm akan terjadinya tsunami. Tapi jika iya kenapa tidak ada terlihat orang-orang ramai keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Sungguh aneh, setiap hipotesaku tidak terdukung oleh keadaan yang seperti tidak terjadi apa-apa. 

Tak lama aku melihat pak Udan mengarah ke daratan dengan kapal kuningnya yang bergambarkan tulisan-tulisan aksara jawa yang aku tidak mengerti apa artinya. Ya, pak Udan memang nelayan yang asli dari jawa dengan logat jawa yang masih begitu jelas terdengar. Melihat aku berdiri di pinggir pantai, Pak udan pun melambai-lambaikan tangannya kepada ku seperti menyapa. Aku pun langsung menunggu pak udan sampai ke pinggir partai. Aku membantu pak udan yang mengangkat ikannya. Saat itu embernya terlihat tidak penuh seperti biasanya. Aku pun bertanya “kenapa pulang sore, tumben banget pak”. “iya ikannya udah gak ada yah ngapain lagi kita mincing” ujar pak udan dengan santainya. “oh iya tadi bapak dengar suara ledakan gitu gak?, aku kira ada kompor warga yang meledak tapi kayak tidak terlihat sedang terjadi apa-apa disini” kataku penasaran. “itu sih suara bom mas, emang gak ada terjadi apa-apa disini, kan yang di bom di tengah laut itu” kata pak udan. “bom apa itu pak” tanyaku agak kaget. “akhir-akhir ini banyak kapal besar yang terlihat di lautan, katanya sih dari perusahaan apa gitu saya tidak ingat, nah kita aneh juga kenapa ikan jadi sepi di musim-musim kayak gini. Ternyata mereka menangkap ikannya menggunakan bom mas, jadi dapat ikannya langsung banyak. Cuman yah itu ikan-ikan kecil juga jadi ikut mati” kata pak udan menjelaskan. 

Pak udan mengatakan kapal-kapal dari perusahaan memang sering berada di kampung ini sejak dulu cuman memang tidak setiap saat. Saat seperti itu nelayan konvensional memang sulit mendapatkan ikan karena ikannya sudah diambil semua dan bisa beberapa bulan kedepan ikan pun gak ada karena ikan-ikan kecil pun ikut mati dan tidak bereproduksi lagi. Berdasarkan informasi dari pak udan, dulu perusahaan-perusahaan ini sempat dimarahi oleh pemerintah disini, tetapi tidak tau kenapa satu per satu masih tetap ada yang beroperasi seperti ini.  Berkembangnya teknologi menjadi cara baru setiap orang dapat beraktifitas dan menjalani bisnisnya menjadi lebih produktif. Khususnya perusahaan-perusahaan besar yang memiliki modal besar. Bukan tidak mungkin apapun bisa mereka lakukan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Tapi apakah benar itu digunakan untuk meningkatkan produktifitas atau malah menjadi exploitasi semata. Dengan ini aplikasi nelayan dari Ledgernow mengajak nelayan untuk dapat meningkatkan produktifitas tanpa mengekploitasi sumber daya laut dengan cara-cara yang tak wajar. Dengan ini mereka akan dapat memerangi perusahaan-perusahaan pengebom itu untuk menangkap ikan sesuai aturan yang sudah diberikan seperti yang mereka lakukan. Untuk tau lebih lengkap mengenai ledgernow silahkan cek link berikut https://www.ledgernow.com/.

Pak Udan merupakan nelayan muda yang begitu dihormati di kampung pesisir ini. Pak udan sudah melaut sejak usianya 10 tahun dan saat ini ia sudah melaut sekitar 35 tahun. Fisik pak udan terlihat masih begitu kuat karena sudah terbiasa bertarung dengan badai dan ombak dilautan yang membuat fisik pak Udan tidak seperti orang yang sudah tua. Saat itu kenyataan membawanya untuk harus beristirahat total di rumah, saat mengantarkan anaknya ke kota menggunakan motor pak Udan terjatuh dari motor dan kakinya mengalami cidera tulang. Sebagai seorang kepala keluarga, kondisi seperti ini sangat menyulitkan karena jika tidak melaut, ia dan keluarga tidak bisa mendapatkan uang, sedangkan anak laki-lakinya masih kecil kecil dan belum bisa pergi melaut. Anak nya yang pertama adalah perempuan yang tidak mungkin pergi melaut. Saat kondisi seperti ini, Pureheart akan membantu untuk memberdayakan wanita-wanita dan ibu rumah tangga untuk bisa mengolah ikan atau hasil laut lainnya untuk dijadikan makanan ringan, atau olahan lainnya yang bisa dijual ke warung atau di distribusikan ke pasar-pasar. Pureheart turut membantu wanita pesisir menjadi mandiri dan mampu menopang ekonomi keluarga. Info selengkapnya  https://pureheart.ledgernow.com/